Senin, 19 Juli 2010

CARA "MARAHIN" ANAK YANG BAIK


Assalamu’alaikum wrwb…. Salam Sejahtera bagi kita Semua.

Dearest Super Mom and Dad….. semoga email ini hadir di tengah-tengah kehangatan keluarga yang sedang berbagi cinta dan kasih sayang

Dearest Super Mom and Dad…..
Sebuah ajakan diskusi yang menarik dari sahabat Baron Rudikariadi tentang bagaimana cara memarahi anak yang baik ?.

“Marahin”. Suatu kondisi yang menggambarkan emosi memuncak dalam diri seseorang. Jika digunakan kata tersebut pada kata “Marahin Anak” – berarti ada kesalahan dari sikap, prilaku, perkataan dan tindakan yang dilakukan sang anak yang dianggap bertentangan dengan harapan orang tua atau bertentangan dengan nilai-nilai yang diyakini oleh orang tua.

HARI GINI MASIH MARAH, BERTERIAK, DAN MEMUKUL ANAK ?

Dearest Super Mom and Dad yang penuh cinta…
Biasanya nih, kalau sudah frustasi, bingung, dan merasa lelah, gara-gara sang buah hati tidak mau menuruti perintah kita, kita menampilkan wajah yang menyeramkan sambil mengucapkan kata-kata yang keras dan sedikit kasar – plus bonus cubitan atau pukulan. Memang, sepertinya itu adalah senjata yang paling efektif menghentikan prilaku dan sikap buruk yang ditampilkan anak, walau sementara.

Sekarang, yuuk coba kita kaji lebih dalam sikap yang sudah menjadi kebiasaan kita itu;

1. Sikap tersebut menandakan “ketidaksiapan” kita menjadi orang tua.

Ya, kita tidak siap untuk mendengar rengekan dari anak kedua kita yang diganggu kakaknya, kita tidak siap untuk memberikan bimbingan padanya saat guru menegur kita sebagai ortunya karena nilainya buruk, kita tidak siap mendengar omongan tetangga yang membicarakan kenakalan anak kita, kita tidak siap untuk mendidiknya untuk menjadi pribadi yang lebih mulia dari apa-apa yang dibicarakan tentang anak kita di luar sana, dan …kita tidak siap untuk …. mencintai buah hati kita dengan segala kekurangannya.

2. Sikap tersebut menandakan “keegoan” kita sebagai orang tua.

Yaa..... bagi sebagian besar ortu, bereaksi terhadap prilaku dan kekurangan putra-putrinya dengan mengedepankan ego sebagai ortu, yaitu rasa malu sebagai orang tuanya. Pernahkah kita berpikir... kesalahan buah hati kita merupakan bagian dari proses ia belajar memahami kehidupan. Pernahkah kita merenungkan, mereka butuh itu untuk menyempurnakan dirinya.

Dan yang terpenting dari itu semua, pernahkah kita sadar.... betapa malasnya kita mencoba mengantarkan mereka memahami arti dari kesalahannya serta manfaat yang dapat diambilnya. Pernahkah kita merasakan, bahwa apa yang mereka lakukan hari ini .... adalah bagian dari investasi amal, prilaku dan keteladanan dari apa yang pernah kita tunjukkan kepada mereka....

So… sahabat yang penuh kasih, bukan saatnya lagi untuk mengedepankan rasa malu, merasa terganggu, dan perasaan-perasaan “pribadi” kita lainnya dalam menyikapi prilaku sang buah hati.

3. Amarah dan hukuman yang keras hanya akan menimbulkan lebih banyak masalah daripada penyelesaiannya.

Tanpa sadar, teriakan amarah dan pukulan adalah jenis perhatian yang salah yang menjadi satu-satunya perhatian yang kita berikan pada anak yang ‘bermasalah’. Jika itu kenyataannya, maka mereka akan berprilaku buruk hanya untuk ‘mencari perhatian’ kita.

4. Bentakan dan hukuman hanya menyembunyikan prilaku buruk.

“ Awas sekali lagi ya, Ayah tidak mau melihat kamu melakukan hal itu lagi !”. Kalimat yang biasanya dilontarkan saat melihat sang buah hati melakukan kesalahan dan prilaku buruk. Tapi sadarkah kita, hukuman dan bentakan hanya menyembunyikan prilaku buruk sang buah hati dari hadapan kita, namun tidak mencegah buah hati kita melakukannya kepada orang lain dimana saat kita tidak ada.

5. Amarah dan pukulan menghantarkan anak kita pada tingkat perkembangan moral yang paling rendah.

Berdasarkan hirarki perkembangan moral yang dikemukakan oleh Lawrence Kohlberg – mengikuti peraturan hanya untuk menghindari hukuman adalah tingkat terendah dari sikap moral seseorang. Sehingga jika kita secara konsisten melakukan bentakan dan pukulan sebagai hukuman kepada anak kita yang melakukan prilaku buruk, kita cenderung menghentikan mereka pada tingkat perkembangan moral yang terendah – mereka berniat menghindari hukuman, bukannya melakukan apa yang baik atau benar yang merupakan tingkat yang paling tinggi.

6. Memukul merupakan pengalaman awal yang diperoleh anak dalam hal kekerasan.

Anak-anak belajar kekerasan dari prilaku dan contoh orang dewasa yang melakukan kekerasan pada dirinya, terutama dari orang tua mereka. Bayangkan, betapa sulitnya kita mencegah anak kita untuk memukul – sementara kita memukul mereka.

7. Bentakan dan cacian; menjadi batubata awal penyusunan konsep diri sang buah hati.

Biasanya saat ortu marah selalu diiringi dengan kata-kata yang menyakitkan dan merendahkan anak. Bahkan jika kontinyu menjurus pada labeling di jiwa anak. Yuuk, kita sadarkan diri kita dengan kutipan puisi berjudul

“Children Learn What They Live”……. karya Dorothy Law Nolte;

Jika anak dibesarkan dengan celaan ia belajar memaki,
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan ia belajar berkelahi,
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan ia belajar rendah diri,
Jika anak dibesarkan dengan hinaan ia belajar menyesali diri,
Jika anak dibesarkan dengan toleransi ia belajar menahan diri,
Jika anak dibesarkan dengan dorongan ia belajar percaya diri,
Jika anak dibesarkan dengan pujian ia belajar menghargai,
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Dearest Super Mom and Dad yang penuh cinta……….

Untuk itu, kami menantikan sharingnya atas judul diskusi kita yang sangat penting ini. Tapi sebelumnya, tanpa bermaksud menyalahkan, saya menyarankan kata “marahin” kita ganti dengan kata lain. Mungkin dengan kata menegur atau meluruskan.

“ Cara Menegur Yang Baik Kepada Sang Buah Hati “

Oke, Please share with us…….. dengan mengunjungi group "BINCANG ANAK" dan menuliskan sharing ide, pengalaman, tips and trik di Discussion Board

Salam Bahagia….
Pak Eri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar