Senin, 19 Juli 2010

Mengapa Nilai Anak Saya Turun ?


Deares Super Mom and Super Dad…. Semoga email ini menjumpai Anda dalam kesungguhan menggapai kualitas terbaik sebagai modal menjalankan peran-peran dalam kehidupan.

Dalam sebuah kesempatan, ada orang tua murid bertanya, “ Pak, kenapa kok anak saya dan juga banyak anak yang lainnya sejak diajar sama Bapak nilainya pada turun ?. Waktu mereka kelas 4 koq bagus-bagus, sekarang turun nilainya “.

Sedih saya mendengarnya. Sebuah pertanyaan yang sudah menjurus pada judgement tanpa melalui analisa lebih lanjut. Sehingga muncul pertanyaan dalam diri saya untuk melengkapi pertanyaan itu. Pelajaran yang mana? Karena setiap bidang studi gurunya berbeda. Perbandingannya apa?

Kalau tahun sebelumnya,ini perbandingan yang salah. Karena tingkat kesulitan dan indicator yang harus dikuasai berbeda antara 4th grade dan 5th grade.

Namun saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena hal ini undangan untuk saya memperbaiki cara-cara saya dalam mengajar dan memotivasi siswa.

Untuk itu, daripada menyalahkan, yuk kita cari akar masalahnya dan jalan keluarnya. Sebagai langkah awal, saya mengajak Anda sekalian untuk mengkaji sebuah teori yang dikemukakan oleh Brofenbrenner.

Teori Brofenbrenner yang berparadigma lingkungan (ekologi) ini menyatakan bahwa perilaku seseorang (termasuk motivasi dan prestasi belajar pada anak) tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksi orang yang bersangkutan dengan lingkungan di luarnya.

Adapun lingkungan di luar diri orang oleh Brofenbrenner di bagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis :

1. Lingkaran pertama adalah yang paling dekat dengan pribadi anak, yaitu lingkaran sistem mikro yang terdiri dari keluarga, sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga, rumah, tempat bermain dan sebagainya yang sehari-hari ditemui oleh anak.

A. Rumah/Keluarga

Dearest Super Parents…. Tingkat motivasi dan konsentrasi siswa yang berangkat dari rumah dalam keadaan ceria dan tanpa masalah jauh di atas siswa yang berangkat dari rumah dengan menyimpan masalah.

Masalahnya beragam dan terkadang sepele. Pola asuh yang permissive, sampai salah pakai baju seragam, ortu yang banguninnya “dirasakan” nyakitin perasaan, ortu maksa pakai kaos kaki yang gak disukainya, diomelin kakaknya karena lambat, snack time yang gak disukainya, dan lainnya, mampu mempengaruhi sikap dan motivasi belajar siswa.

Yang lebih memperparah adalah ketika keluarga sudah menjadi ajang penghakiman, pembedaan kelas, pembanding-bandingan, yang menyebabkan jiwa dan perasaan anak tak nyaman untuk berangkat dan mengikuti aktifitas pembelajaran. Untuk itu, salah satu upaya agar anak sukses dalam belajar adalah jadikan setiap langkah awal keluar dari rumah, siswa merasa bahagia, termotivasi, dan penuh percaya diri tanpa harus dibanding-bandingkan.

Selain itu, pola asuh pun mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah. Anak-anak yang terbiasa mendapatkan kemudahan apapun yang mereka inginkan dari orang tua, cenderung untuk tidak mau berupaya lebih ketika menghadapi tugas-tugas yang dibebankan padanya. Begitu pula sebaliknya, seorang anak yang selalu diberikan syarat dan tantangan bila ingin mendapatkan sesuatu, memiliki daya juang yang tinggi dalam belajar.

Termasuk pula tanggung jawab orang tua untuk melakukan reinforcement bagi anak-anaknya saat mereka belajar di rumah. Seberapa seringkah kita meluangkan waktu untuk menemani mereka menguasai pelajaran yang sedang mereka pelajari? Apa yang sedang dipelajari oleh mereka ? Apa saja materi yang belum dikuasai dengan baik oleh mereka? Dll.

Kunci untuk mensukseskan prestasi belajar anak di sekolah tidak lain adalah keharmonisan rumah tangga. Yang penuh cinta dan kesadaran akan tugas serta peran masing-masing.

Selama saya mengajar, beberapa kali saya menemukan siswa yang prestasi belajarnya menurun karena disebabkan rumah tangga orang tuanya diambang perceraian.

Saya jadi teringat sebuah pepatah dari dunia parenting
Masalah anak-anak kita bermula di rumah, dan dapat diatasi di rumah.

Super Moms and Dads…… semoga ini bukan dianggap pembelaan diri tetapi memang berdasarkan teori dan pengalaman yang dirasakan sebagian besar guru. Sehingga sedih hati ini bila menurunnya prestasi belajar anak hanya ditimpakan kepada guru, baik oleh orang tua, maupun kepala sekolah.

Insya Allah tulisan ini akan bersambung ke aspek yang lain ; guru, interaksi guru dan ortu, pertemanan di sekolah dan di rumah…..

Dengan penuh cinta kami ucapkan….. selamat menyelami dunia anak dan pendidikan..

Tangerang Selatan, 1 Maret 2010

Pak Eri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar